Friday, January 23, 2009
first--in kuali bocor..
Dimana ini?
Kenapa tempat ini gelap dan kesannya sangat menyeramkan? Hii~ Cassie takut. Untung ada kak Clorenzo disini.
"Cassie, sayang. Kau harus tinggal disini sebelum dan setelah kau membeli barang-barangmu di Diagon Alley. Welcome to Leaky Cauldron" ucap kak Clorenzo seraya membawakan beberapa barang-barangnya dan masuk ke dalam tempat yang sekilas terlihat seperti gudang itu. "Hah!? Diagonal, eh? apa? Namanya sedikit sulit. Dan--kuali bocor? Ini tempat penjualan kuali?" tanya Cassie kepada kakaknya seraya memandang berkeliling ruangan yang terlihat seperti gudang itu. Gelap. Dan ada beberapa yang terlihat berdebu. "Ahaha. Cassie, mulailah belajar mandiri mulai sekarang. Aku akan menjemputmu besok pagi untuk mengantarmu ke Diagon Alley. Kau akan tinggal disini. Katakan saja apa yang kau butuhkan pada pegawai magang yang ada di sana." jelas kakak seraya memberikan seluruh barang-barang muggle-nya kembali kepadanya.
Tempat ini ramai. Sangat ramai, malah. Kau lihat! Banyak anak-anak yang seusia dirinya sedang memesan atau juga baru datang seperti dirinya. Mereka semua berani, ya! Hebat. "Kak, pegawai magang itu? Masih seusia Cassie 'kan? Mungkin 12 atau 13. Hogwarts jahat. Mereka itu 'kan masih harus bersekolah. Kenapa malah magang disini?" ucap Cassie sedikit kesal begitu menyadari tingginya dan tinggi beberapa pegawai magang yang ada disana tidak jauh berbeda. "Itu pilihan mereka. Tak ada paksaan." ucap kak Clorenzo yang kemudian tersenyum. Mendengar jawaban halus dari kakak laki-lakinya, Cassie jadi yakin, Hogwarts bukan tempat buruk. "Sebenarnya kakak agak khawatir kalau meninggalkanmu sendiri disini. Mengingat--err, yeah, kau terlalu sering mengalami kecelakaan kecil atau biasa mereka sebut kesialan. Tapi--paman Ren bilang ini tidak buruk." tambah kak Clorenzo. Terlihat sekali wajah kak Clorenzo yang sangat cemas akan dirinya. Cassie tersenyum. "Cassie takkan apa-apa. Cassie bisa mandiri. Kakak bisa percaya pada Cassie." ucapnya manis seraya kemudian memberi kecupan hangat di pipi kanan kakaknya itu.
Tak berapa lama setelah ia memberikan kecupan hangatnya pada kakak laki-lakinya yang bertubuh besar dan berusia 18 tahun itu, gadis kecil itu mengambil semua barang-barangnya yang sedari tadi dipegang oleh kak Clorenzo. "Kakak bisa percaya padamu?" ucap Clorenzo lagi seraya mengacak rambut pirang milik gadis kecil 11 tahun itu. "Promise!" ucapnya mantap dan kemudian melambaikan tangannya pada Clorenzo yang berlalu pergi meninggalkannya.
Hhh--gadis itu mendesah pelan. Mencoba lebih mandiri mulai sekarang. Yak--mulai sekarang! Ia melangkahkan kakinya pelan. Debu-debu kecil bertebaran saat tapal sepatunya menyentuh beberapa puing debu yang berserakan di lantai hitam itu. Ingin sekali rasanya ia cepat-cepat melihat kamar seperti apa yang akan didapatnya. Mengingat ini pertama kali. Ia tidak sabaran. Langkahnya semakin cepat, sampai--
GUBRAKK!!
--kakinya beradu dengan salah satu tali tasnya yang terlepas dari genggamannya. Ia terjerembab jatuh di atas lantai hitam itu. Lagi--sepertinya kesialan takkan meninggalkannya. Ia mencoba berdiri. Mengambil tali tasnya yang terlepas dan mulai menggenggamnya. Ia menggeleng pelan. Berusaha menghilangkan debu yang mulai menyangkut di rambut panjangnya. Tidak butuh waktu lama, ia membersihkan barang-barangnya yang tadi terjatuh dan mulai membawanya lagi, mendekat ke salah satu pegawai magang yang sedang kosong. Umm--sudah semua?
Ia berjalan mendekati meja--yang sepertinya adalah tempat memesan kamar dan sebagainya. Ia berusaha duduk di salah satu kursi untuk memesan. Tapi-- BUKK...
Kakinya terbentur kursi lain dengan keras. Tepat di tulang keringnya. Cukup sakit kali ini. Ia mengelus kakinya yang sakit dengan sebelah tangannya. Mencoba untuk tidak menenggelamkan kepalanya dari atas meja. Ia harus cepat dapat kamar sepertinya. "Hi, senior! Cassie bisa pesan kamar? Cassie perlu kamar. Berapa Cassie harus membayarnya?" ucapnya pada senior yang ada di depannya sekarang sambil terus mengusap kakinya yang sakit karena terbentur tadi.
another day, another casualty
5:29 AM
-first of all andromeda adventure
Pagi, iya
kan?Lalu, kenapa gadis kecil berusia 11 tahun itu masih terlelap di tempat tidurnya. Sedangkan--kalian bisa lihat kalau adiknya--Silvester yang selalu dipanggil Alan oleh kakaknya itu sudah berada di depan meja makan. Paman Ren--yang bertubuh besar gemuk itu juga sudah menyandarkan bokong besarnya itu di salah satu bangku yang terbilang kecil untuk diduduki oleh paman Ren yang bertubuh besar. Bibi Zi juga sudah sibuk
mondar-mandir dapur-meja makan untuk meletakkan makanan yang sudah dimasaknya. Tapi--eh, lalu, kenapa gadis kecil berambut pirang semi-ikal itu masih terlelap di atas kasur? Ini sudah jam 8 pagi. Dan, seperti kata orang terdahulu--atau memang Mama-nya saja, seorang gadis tidak boleh bangun siang-siang. Iya
kan?Paman Ren bersandari di sandaran kursi kayu di depan meja makannya seraya membentangkan koran lebar-lebar. Sedangkan, Alan? Masih asyik dengan buku-bukunya yang sejak semalam dibacanya. Tak ada yang berminat membangunkan gadis manja satu itu. Kak Athena? Kak Clorenzo? Mereka justru sedang asyik dengan urusan masing-masing. Menonton salah satu acara televisi kesukaan mereka berdua.
Bibi Zi sepertinya sudah siap dengan semua masakannya. Tinggal menyajikan dan memakannya. Semua sudah berkumpul di depan meja makan. Alan meletakkan buku-bukunya disampingnya--tentu saja dengan memberi tanda terlebih dahulu sampai mana ia membaca, Paman Ren meletakkan korannya di sampingnya. Kak Clorenzo dan kak kak Athena, juga sudah berada di depan meja--dan meninggalkan acara santai-santai mereka untuk siap makan pagi. Serta tidak ketinggalan, bibi Zi juga sudah berada di depan meja, seusai beliau meletakkan baju pengaman--
celemek di atas kotak tempat cucian pakaian kotor.
"Baiklah. Saatnya sarapan, anak-anak. Perempuan disamping paman sudah menyiapkan makanan enak untuk kita semua sekarang." ucap Paman Ren membuka keheningan. "Oh ya--ayo kita tes! Kalau sampai perempuan di samping paman itu memasak-masakan yang aneh, aku takkan segan-segan menggelitik Athena! Hahaha." ucap kak Clorenzio bercanda. Semua tertawa. "--tunggu, anak-anak! Dimana Cassie? Sudah bangunkah dia?" tanya paman Ren membuat semua orang hening. Semua saling melihat satu sama lain--kecuali, Alan. Dia satu kamar dengan gadis itu, seharusnya dia tahu apa kakaknya itu masih tidur atau sudah bangun. Tanpa berlama-lama, semua mata tertuju pada bocah pria yang sedang bersiul-siul seraya menopang dahu. "Vest, sayang--kemana kakakmu?" ucap paman Ren seraya mendekatkan wajahnya pada bocah kecil yang ada di hadapannya. "Anak itu masih tidur. Ada di kamarnya--aku tidak mau membangunkannya." ucap Vest--panggilan semua orang padanya, kecuali Cassie--pada semua orang yang tengah memandangnya, aneh.
Bibi Zi beranjak bangun dari duduknya, bermaksud membangunkan gadis kecil yang tidak tahu aturan itu. Semua orang mendesah pelan. Kecewa karena harus menunda sarapan mereka.
BUKK!!Buku tebal yang sedang dibaca oleh Vest terjatuh. Ia terpaksa membungkuk mengambilnya. Dari dalam kolong meja--ia bisa melihat sesosok burung yang akan sangat
jarang dilihatnya jika siang hari. Burung hantu. Segera saja, Vest meraih bukunya dan kembali duduk. "Paman, kakak, bibi. Look at!" teriaknya seraya menunjuk arah jendela rumah mereka yang ternyata dijadikan sasaran burung hantu itu mendarat. Paman Ren kaget akan kedatangan burung hantu itu. Mereka semua mendekati burung itu. Dan mengambil surat yang ada di genggaman burung hantu besar itu. Tertulis di depannya dari Wizarding School Hogwarts. Wake it! Paman Ren segera meraih surat itu, dan melihatnya. "Cassie! Cassie sayang! Bangun, nak!" ucap paman Ren keras.
GUBRAKK!!Tak berapa lama, suara keras menghentikan perhatian semua orang yang ada di sana akan surat itu. "Oh--jangan lagi!" ucap kak Athena, kak Clorenzo, dan Vest berbarengan. Dalam sepersekian detik--mereka bisa melihat sesosok gadis berpiama serba biru keluar dari lorong kecil di rumah itu.
"Lagi?" tanya Vest ragu-ragu. "Ya, aku terbangun karena teriakan paman Ren, dan kepalaku tertabrak pintu ketika berusaha menerobos pintu kamar. Mataku masih buram. Tapi--jangan khawatir, aku tidak apa. Seperti biasa." ucapnya ceria seraya memberikan senyum terbaiknya. "Kenapa paman memanggilku? Sarapan sudah mulai, ya!" tanyanya seraya mendekati paman Ren yang sedang berdiri mematung di depan jendela. "Tidak, nak. Lihat! Ini surat dari Hogwarts. Kau diterima disana!" tanya paman Ren antusias. Semua mendadak kaget setengah mati. Terutama Vest. "Hogg--apa, paman? Apa itu sekolah? Tapi--aku masih bersekolah di St. Maria, dan akan selesai sebentar lagi. Aku belum menjalani tes dimanapun." ucap Cassie bingung. "Bodoh! yang benar itu Hogwarts. Sekolah sihir nomor 1 di seluruh Inggris. Kau diterima disana! Sulit dipercaya. Orang sepertimu!" bentak Vest keras. "Sekolah sihir? di Inggris? Aku tak pernah dengar." balasnya bertambah bingung. "Sebaiknya kau baca ini, Cassie!" ucap kak Athena menyerahkan surat aneh yang berlambangkan huruf H besar dengan beberapa binatang di sekelilingnya.
SEKOLAH SIHIR HOGWARTS
Kepala sekolah: Albus Dumbledore
(Order of Merlin, Kelas Pertama, Penyihir Hebat, Kepala Penyihir, Konfederasi Sihir Internasional)
Ms. Stoone yang baik, Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan. Tahun ajaran baru mulai 1 September. Hormat saya, Minerva McGonagall Wakil Kepala Sekolah
SEKOLAH SIHIR HOGWARTS
Seragam
Siswa kelas satu memerlukan:
1. Tiga setel jubah kerja sederhana (hitam)
2. Satu topi kerucut (hitam) untuk dipakai setiap hari
3. Sepasang sarung tangan pelindung (dari kulit naga atau sejenisnya)
4. Satu mantel musim dingin (hitam, kancing perak)
Tolong diperhatikan bahwa semua pakaian siswa harus ada label namanya.
Buku
Semua siswa harus memiliki buku-buku berikut:
Kitab Mantra Standar (Tingkat 1) oleh Miranda Goshawk
Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot
Teori Ilmu Gaib oleh Adalbert Waffling
Pengantar Transfigurasi Bagi Pemula oleh Emeric Switch
Seribu Satu Tanaman Obat dan Jamur Gaib oleh Phyllida Spore
Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger
Hewan-hewan Fantastis dan di Mana Mereka Bisa Ditemukan oleh Newt Scamander
Kekuatan Gelap: Penuntun Perlindungan Diri oleh Quentin Trimble
Peralatan lain
1 tongkat sihir
1 kuali (bahan campuran timah putih-timah hitam, ukuran standar 2)
1 set tabung kaca atau kristal
1 teleskop
1 set timbangan kuningan
Siswa diizinkan membawa burung hantu ATAU kucing ATAU kodok
ORANGTUA DIINGATKAN BAHWA SISWA KELAS SATU BELUM BOLEH MEMILIKI SAPU SENDIRI
Apa ini? Cassie masih tidak mengerti dengan surat ini. Memang--sebenarnya surat itu jelas sekali. Tapi--sekolah sihir? Buku-buku sihir? Sapu terbang? Apa itu semua? Cassie tak mengerti.
"Aku.Tidak.Mengerti." ucap Cassie singkat. Well. Tolong seseorang--jelaskan semua ini. "Cassie, sayang! Kau masih ingat dengan cerita yang pernah paman ceritakan mengenai Sekolah Sihir?--" tanya paman Ren baik. Cassie hanya mengangguk. "--nah, itu sebenarnya cerita paman. Cerita yang paman alami. Sekolah sihir itu ada. Dan--dari semua keluarga Stoone, kau yang diterima di Hogwarts. Athena dan Clorenzo tidak bisa karena beberapa alasan. Dan--tidak usah khawatir dengan St. Maria, sebentar lagi kau lulus sekolah di sana bukan? Jadi--kau mengerti." jelas Paman Ren seraya memegangi pundak gadis kecil itu. Cassie mengangguk tajam, dan kemudian memberikan senyum pada semuanya, pertanda ia mengerti dan sangat senang mendapatkannya--walaupun sebenarnya tidak.
"Jadi--biar aku yang menemanimu belanja kebutuhanmu di Diagon Alley" ucap Clorenzo seraya memberikan senyum pada adiknya itu. Sekali lagi--Cassie tersenyum dan mengangguk.
Mereka semua kembali ke meja makan dan bersiap memulai sarapan. Gelang-gelang yang menghias manis di pergelangan tangannya tanpa sengaja--terjatuh. Ia membungkuk mencoba mengambil gelangnya, tapi---
JEDUGGKepalanya terbentur ujung meja dan lagi--
GUBRAKK!!--ia terpeleset karena di bawah kursinya ternyata basah dan licin. "Aku tidak apa!" ucapnya seraya melirik semua orang yang sedang melongok ke arahnya. "AHAHAHAHA..." tawa seluruh isi rumah itu menggema. Yeah--ini masih hari yang biasa. Tentu saja.
another day, another casualty
5:20 AM
Friday, January 16, 2009
So... what's going on in here??
Ini sudah jam 10 malam. Dan--sepertinya, gadis berambut pirang-panjang pucat itu belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan menonton cartoon yang sepertinya tidak akan ada habisnya. Well. Anak itu terbuat dari apa sih? Bloody hell."Kau yakin belum ngantuk? Ini sudah jam 10, dan aku tahu--kau tidak pernah tidur selarut ini, err,, sebelumnya." ucapnya menahan kantuk."Jam 10?" Aliana melirik jam perak yang tergantung di atas televisi keluarga Andromeda yang sejak tadi berisik mendentangkan--pertanda sudah tepat jam 10 malam. "--ah!? Benar. Aku harus tidur--tapi, Let's go belum habis. Sebentar lagi--Retsu akan memenangkan pertandingan. Kau tahu Retsu kan?" tambahnya panik."Aduhh~ Ya--aku tahu, tapi kau bisa habis kena marah orang tuamu kalau mereka tahu kau belum tidur jam segini. Lagipula--ada angin apa acara tivi itu tayang hingga selarut ini?" ucap Nebula kesal."Oh ya--Mom takkan senang dengan ini. Aku pernah membuat Mom memecahkan semua piringnya karena kesal padaku yang tak tidur walau sudah jam 9 malam. Tapi--waktu itu dewi Fortuna pasti sedang istirahat. Itu malam--" ucapnya terputus saat menyadari Nebula sudah tak ada lagi di dekatnya. Ahh--bocah 13 tahun itu sudah masuk kamar rupanya. "--sekarang, dewi Fortuna pasti...""Wait! This.. from your Mom.. Kedengaran kurang baik." sela nya seraya menyerahkan telepon wirelessnya kepada Aliana--khawatir."Apa yang kau lakukan, Aliana!? Ini sudah pukul 10. Cepat tidur, atau...
PRANGG!!!
"Lakukan apa yang Mom katakan, sayang! Sudah 3 piring kesayangan Dad yang pecah. Dan--akan jadi yang ke-4, jika kau tak segera tidur!!"
Ia bisa menjamin satu hal. Telepon dari orang tuanya itu tidak membawa kabar-baik, dan sepertinya--lagi-lagi, dewi Fortuna sedang tidur. Kasihan anak itu."Aku lakukan.. Aku tidur sekarang. Bye, Mom! Bye, Dad! See you next morning! Have a nice dream!" ucap Aliana buru-buru. Segera saja gadis itu berlari mendekati televisi 29" yang terpampang di depan mereka sesaat lalu, menekan tombol "Power" untuk mematikan televisi. Ia beranjak naik ke kamar Nicole untuk segera pergi tidur. Teleponnya dibiarkan tergeletak di atas carpet biru-tua di ruang keluarga mereka. Pemuda itu hanya menggeleng kepala melihat aksi sahabat kecilnya itu. Tanpa mempedulikan banyak hal. Ia langsung terlelap di dalam tidurnya. Tidur yang sebenarnya takkan pernah ia harapkan. ***
Gadis itu mendekatinya. Tersenyum padanya. Dan--tak mempedulikan suara-suara yang berteriak memanggilnya--di belakangnya. Pemuda yang dihampiri itu hanya diam. Mematung tak bergerak. Wajahnya yang dipenuhi bintik-bintik merah itu mulai memucat. Dingin. Sedangkan gadis itu--mendekatinya. Menyentuh wajahnya. Dan mengangkat kepalanya secara paksa--"Kau punya segalanya... Dan--sekarang kau juga mempunyainya jika kau bicara tidak. Jadi..." "Sudah kukatakan sebelumnya. Aku tidak akan merubah keputusanku. Never." ucap pemuda itu parah. "Kau takkan bisa bertemu sobatmu lagi, kalau kau tak merubah jawabanmu..." ucap gadis itu dingin. "Aku tidak akan kehilangan siapa-siapa. Jadi--kau tak punya wewenang untuk merubah keputusanku." teriak anak itu kasar, mencoba melepaskan diri dari cengkraman gadis berparas dingin itu. "Kau akan merubahnya!! Atau--kau benar-benar MATI!" paksa gadis itu membuat sedikit luka di leher pemuda 13 tahun itu. ***
Lagi--mimpi bodoh itu! Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Siapa gadis itu? Dan--kenapa gadis itu membawa kata 'sobat'. Tidak seperti mimpinya yang sebelumnya. Bocah Andromeda itu takkan suka ini. Apa mimpi itu akan menghantuinya? Kuharap, TIDAK.
another day, another casualty
5:04 AM
Thursday, January 15, 2009
Just be around me?
"Jadi, biar kuperjelas. Kau bermimpi memperebutkan sesuatu yang tidak-tahu apa dan kemudian kau diancam dibunuh, jika kau tidak merubah jawabanmu,
begitu?" tanyanya seraya kemudian-meminum cokelat panasnya pelan.
"Yeah--kurang lebih. Sebenarnya bukan memperebutkan, tapi--kau tahu pertanyaan yang dijawab dengan 'ya-dan tidak'. Aku menjawab tidak--dan orang itu memaksa." jelasnya seraya kembali memasukkan tangannya ke dalam kantung
firenzo chips.
"Umm--oke! Apalah itu. Dan--kau tak tahu siapa "wanita" yang mengancammu?"
"Tidak! Wajahnya pucat, dingin, tapi manis. Aku rasanya pernah melihat wanita itu.. eng--" ucapnya seraya memutar otaknya.
"Aku hanya bisa pastikan dua hal.--" balasnya dengan meletakkan cangkir cokelatnya ke atas meja dan menegakkan punggungnya, menatap sobatnya itu. "--satu, itu hanya mimpi, dan berdoa saja tidak akan terjadi.--"
"Lalu, kedua?" tambahnya tak sabaran.
"--dua, dewi fortuna pasti marah padamu karena kau tak mempercayai keberadaannya, karenanya
beliau memberimu mimpi buruk." ucap Aliana seraya kemudian menepuk pundak Nebula--pelan.
"Ohh--bisa tidak kau berhenti menyangkut-pautkan dewi Foertuna dalam segala hal? Ini mimpi." balas pemuda itu seraya melepas tangan gadis di depannya sedikit kasar.
Aliana hanya diam dan mengedipkan kedua matanya--bingung. Gadis itu memang selalu terkena sial dan juga selalu menganggap Fortuna itu
real. ***
Ini sudah sore. Tidak terasa waktu akan berjalan secepat ini. Padahal--tadi, terakhir kali ia melirik jam perak bundar di atas televisinya, jarum jam pendek masih menunjuk ke arah angka 9. Sedangkan ini--jarum pendek itu sudah bertengger bersebelahan dengan jarum yang lebih panjang, dan membuat kurung atas di angka 6. Ia juga baru menyadari kalau sudah banyak kantung makanan yang berceceran di sekelilingnya. Kotor. Beginilah kalau tidak ada wanita dalam rumah. Aliana? Masih menganggap Aliana wanita dengan segala kesialannya? Ia bahkan mengalami kesialan berturut-turut yang mungkin seorang pria-pun takkan sanggup mengalaminya. Mau tahu apa istimewanya? Wanita itu selalu BAIK-BAIK saja.
"Sudah sore, kau mau menginap?" tanyanya seraya mengumpulkan semua kantung kosong di dekatnya.
"Ah--iya. Aku mau pulang saja. Tapi-masih hujan--" jawabnya dengan melongok ke luar jendela.
"--sepertinya dewi Fortuna tak mengizinkanku pulang sekarang!" ucap mereka berbarengan.
Aliana melihatnya bingung sedangkan dirinya merasa sedikit kesal akan ucapan itu.
Hujan seakan tak mau berhenti karena tak kunjung mereda.
"Aku menginap disini aja, ya!" pinta Aliana seraya mengintip ke luar jendela. "--paman dan bibi pulang kan?"
"Mereka tidak pulang hari ini. Bukankah sudah kubilang, mereka pergi selama 5 hari. Ya sudah, tidur di kamar kakak, ya!" ucapnya seraya menutup semua tirai yang panjang menutup jendela.
"Hah!? Ya.. udah deh." balasnya seraya kemudian berlari ke kamar kakak perempuan Nebula itu. Huff-- she just be around me. Thanks god!
another day, another casualty
3:35 AM
Wednesday, January 14, 2009
Nebula's day...
"Kubilang tidak!"
"Harus ya. Atau kau akan..."
"--sekali kubilang tidak, tetap tidak!! Tak ada alasan untuk mengubahnya."
"Kau harus mengubah jawabanmu tadi. Atau kau... kubunuh!"
***
Huff--
Bad dream...
..really bad dream. Entah apa yang mereka perebutkan tapi, ujung-ujungnya.. seorang wanita berparas pucat dan manis--yang tentu saja tak dikenal--menodongkan pelatuk pistol, kalau tak salah namanya--tokalev, ke pelipis pemuda 13 tahun ini. Nebula merasa pernah mengenalnya. Hanya saja.. aku tak tahu siapa dia. Kau tahu namanya kan? deja vu. Memang--tak bisa kupungkiri kalau aku pernah atau bahkan sering mengalami deja vu, tapi yang ini berbeda. Ini sudah mimpi ke sekian kalinya. Kau tahu, seperti cerita bersambung.. Kira-kira ini sudah episode ke 15-kalau ia tak salah hitung. Pemuda 13 tahun itu tentu saja akan menceritakan hal ini kepada sang sahabat, Alania--gadis berusia sama dengannya yang selalu dilanda kesialan tak terduga--. Aliana pendengar yang baik. Ia sudah mengenal Aliana sebaik keluarganya mengenal gadis itu.
Pagi ini mungkin cerah kalau-kalau tak ada air yang jatuh dari langit selama berjam-jam. Hujan. Niatnya untuk mengunjungi atau sebut sajalah--bermain dengan Aliana pun pupus. Mungkin ia harus menunggu selama beberapa jam hingga hujan turun. Tapi, kenyataannya...tidak. Sesosok gadis masuk ke dalam rumahnya dengan menenteng sebuah payung berwarna merah-pucat yang sudah basah dan sepasang sandal yang talinya putus.
"Lagi, eh?" tanyanya seraya menghadang gadis itu di pintunya.
"Yeah--kau tahu.. Kupikir dewi Fortuna akan tersedak cemilannya dan kemudian tersadar kalau salah satu pengagumnya sedang menerobos hujan. Like me." jawabnya seraya meletakkan sandalnya di tepi teras dan menyandarkan payungnya yang basah di dekat mobil Porsche 911 hitam itu. "--tapi, sepertinya dewi Fortuna masih sangat menjaga cara makannya, sekalipun itu cemilan, dan berusaha takkan tersedak."
"Konyol kau! sudahlah. Ayo masuk!" ucapnya seraya menarik tangan kanan Aliana--satu-satunya bagian tubuh Aliana yang tidak basah.
Kebetulan--rumah Nebula sepi. Hanya ada dirinya--dan sekarang ada Aliana disana. Orang tua Nebula sudah lebih dari 1 bulan ini pergi ke Hog's Head--salah satu desa yang ada di kawasan Brooklyn. Dirinya dan gadis berambut cokelat-kemerahan itu sudah seperti saudara. Hingga tak ada lagi rasa kaku atau tegang saat mereka berkunjung ke salah satu rumah mereka.
"Aku minta cokelat panas, ya!" teriak Aliana dari dapur yang kentara sekali sedang menahan dingin yang sudah melanda badan mungil gadis itu.
"Bikin saja, sendiri. Ahh--tempat gula, kemarin kupindah ke tupperware dengan tutup hijau tua yang ada dalam lemari. Kupikir disana lebih bagus." jawab Nebula balas teriak. Seperti di hutan saja. Pakai teriak-teriak segala. Pikirlah, ini i dirumah, dan rumah pemuda itu memang besar tapi--tak bisa dibilang sebanding dengan istana. Rumahnya hanya berada 1 km dari rumah Aliana. Mereka berteman sejak berumur 8 tahun. Dan--perbedaan gender tak membuat perselisihan yang berarti ada pada mereka.
Suara televisi 29' menggelegar seisi rumah. Pemuda belasteran Amerika-Jerman itu bersandar pada sofanya seraya memakan potato chips: Firenzoe chips kesukaannya. Dan itu--rasa sandwich + lada hitam. Hmm--kemana Aliana? Lama sekali bikin cokelat panasnya. Ah-iya, Nebula juga mempunyai kakak perempuan bernama Nicole. Nicole berumur 19 tahun dan sekarang sedang kuliah di Oxford University. Jadi, sampai kuliahnya selesai, kakaknya itu takkan pulang ke rumah. Lagipula--kakak perempuannya itu menyebalkan. Dan--ada lagi. Norbert, kakak laki-lakinya. Dia berumur 16 tahun, dan sekarang sedang kerja sambilan seusai sekolah. Kakak laki-lakinya pintar dan tentu saja punya kemauan. Ia pekerja keras. Sangat berbeda dengan dirinya yang seorang pemalas dan sering tidur. Sedangkan kakak perempuannya, Nicole, dia sangat feminin dan cantik, dan juga pintar tentunya--seluruh keluarga mereka pintar. Keturunan ayah dan ibu mereka yang seorang ilmuwan dan dokter. Nicole mahir memainkan alat musik dan unggul dengan suaranya yang bagus. Dia bisa jadi musisi kalau dia mau. Sayangnya, dia malah memilih untuk menjadi seorang Ahli grafis.
Ada yang tak beres dengan betapa lamanya Aliana di dapur. Kenapa dia? Tanpa suara. Pemuda bermata Hazel itupun beranjak bangun dari sandarannya dan pergi ke dapur. Mengambil minum sekaligus mencari tahu alasan Aliana betah di dapur.
"Aliana, lama sekali, kau?" tanyanya setelah menghabiskan satu gelas air-putih yang diambilnya.
"Kau harus tahu.. Aku sudah berkali-kali membuat cokelat hangat, tapi--rasanya selalu aneh. Asin. Ini, biar kau coba!" ucap Aliana bingung.
Pemuda itu mengernyitkan alisnya. Bingung. Ia meletakkan gelas kosong yang ada di tangannya dan meraih gelas berisi cairan berwarna cokelat pekat yang juga beruap. Ia meminum cairan yang ada di dalam gelas itu, dan...
"--yaks! Kau tidak menambah gula? Biasanya kau melakukannya. Dan--kau sudah ganti selera, ya. Sekarang kau membuat cokelat dengan tambahan garam?" tanyanya seraya menahan tawa.
"Aku tidak menambahkan garam. Kau bilang gulanya ada di tupperware tutup hijau yang ada di dalam lemari. Aku memasukkan apa yang ada di dalamnya ke cokelat panas-ku." ucapnya seraya mengambil tupperware yang dimaksud. Nebula mengambilnya dan membukanya. Itu benar tupperware yang ia maksudkan, tapi, kenapa isinya jadi garam? Siapa yang menukarnya?
another day, another casualty
1:47 AM
Just me?
Hello, All!!
Welcome to my world.
Nikmati perjalanan mimpimu selagi sadar, karena tidak setiap hari kau mendapatkannya.
Enjoyed your heart.
another day, another casualty
12:30 AM