Gadis manja itu hanya diam dan hampir menangis karena ucapan yang keluar dari surat merah itu, eh, surat bisa bicara? Err—namanya apa, tadi? Cassie lupa. Ehm—Hogler, eh, Browler, eh, err—Howler? Hwaa~ Cassie lupa namanya. Yang bisa Cassie jelaskan hanya—surat itu, err—ralat, maksudnya, amplop merah itu—bisa bicara saat Cassie mencoba membukanya. Amplop itu terbuka sendiri dan mulai bersuara seperti Alan—adiknya yang berambisi sekolah di Hogwarts—dan memaki-makinya PERSIS seperti Alan. Ya ampun, err—Howler itu benda sihir juga? Yang dimiliki Paman Ren dan Bibi Zi? Alan menggunakannya karena merasa perlu memaki-makinya sesaat setelah gadis berusia 11 tahun itu mengirim surat mengenai kelas Astronominya yang cukup berantakan karena ulahnya? Terkadang surat itu juga me
nyipratkan air—yang dipikirnya adalah ludah, karena keluar dari mulut amplop yang bisa bicara itu—saat memaki-maki dan terus memojokkannya hingga sekarang gadis itu duduk dengan kedua kaki membentuk huruf “M”—dan punggung tersandar di dinding hitam asramanya.
”Kau takkan bisa ada di sana lebih lama, tanpa aku! Kau takkan bisa, And! Kau hanya gadis bodoh yang bisanya hanya mengandalkan senyum PALSU dan tampangmu yang cukup-lumayan itu. Aku tahu! Aku sudah mendapat daftar pelajaranmu selama kau di Hogwarts! Sebentar lagi, kau di kelas Herbologi, rite? Ukh—bloody hell! Jangan berlagak bodoh, mulai dari sekarang—kau harus ingat aku sudah berumur 9 tahun, dan dua tahun lagi, aku akan masuk Hogwarts—kau TIDAK BOLEH bertindak bodoh dan memalukan, karena mereka akan selalu mengingat nama belakang Ayah itu—Stoone. Dan, mereka takkan segan-segan mengejekku sesuka hati jika mereka melihat nama di jubahku, yang juga bernama sama sepertimu! Yaks!
Oh—no! Sekarang amplop itu benar-benar meludahinya. Huff. Untung saja—gadis berawakan Yunani itu tak benar-benar berada di depan amplop yang sedari tadi memaki-makinya saja. Keberuntungan dibalik kesialan, eh?
”Kelas Herbologi takkan dilakukan di dalam kastil. Oh—bodohnya aku karena tak menjelaskan pada kakakku yang bodoh ini—mengenai pelajaran Herbologi. OK—Herbologi itu pelajaran mengenai tanaman sihir. Kau akan tahu lebih jelasnya dari kepala asramamu, Pomona Sprout—yang juga guru Herbologi. Well. Sekalipun Prof. Sprout adalah kepala asramamu, jangan harap dia memberikan sedikit perlakuan hangat pada murid asramanya, ia tak pandang bulu—kau akan terkena detensi kalau kau macam-macam. Dan—sekarang! Kuingatkan kau, JANGAN BERTINDAK BODOH!” Now—surat—err, amplop itu
menyobek-nyobek sendiri. Menghancurkan kertas merah itu seorang diri. Tanpa harus menunggu tangan tidak-ada-kerjaan, atau tangan mungilnya menyambar amplop merah itu. Sobekan-sobekan amplop itu berjatuhan di depannya, tanpa menyisakan satu bagianpun. Semuanya terpisah! Cassie hanya diam. Matanya terbelalak tak percaya. Gadis itu hanya duduk mematung. Dua kali ketipan mata Hazel terangnya, membuat gadis itu kembali tersadar, dan kembali menyeruakkan ke seluruh isi kamarnya, dengan suara indah gadis itu. “I..i..ini! KEREN!” ucapnya spontan dengan suara yang mungkin saja bisa membuat kucing Persia yang ada di pangkuannya—vanila—kembali ketakutan karena mendengar suara keras lagi. Kucing itu kembali meringkuk di atas pahanya yang tertutupi oleh rok hitam selutut miliknya. “Oh—maaf, vanilla! Cassie.. Cassie.. tak percaya!” gadis itu kembali memeriahkan hatinya—dengan suara indahnya. Vanila kembali mengangkat wajah
penyoknya yang sedari tadi tertelungkup di antara paha mungilnya. “Kau lihat? Amplop tadi bisa bicara—bahkan sampai bersuara seperti Alan, err—kau merindukan Alan, vanila?” ucapnya seraya menatap dua bola mata kuning milik kucing itu yang baru sesaat lalu memancarkan ketakutan, dengan membuat garis hitam pada bulatan kuning matanya. “Meongg~” vanilla mengeong riang seraya berdiri dari pangkuannya. Mengitari gadis kecil itu seraya terus-terusan mengeong—berisik. “Hihihi. Merindukan Alan atau Mozzie? Umm—kalau memang benar itu Alan, berarti—ia benar-benar akan masuk err—Hogwarts—dua tahun lagi. Tepat pada ulang tahunnya yang ke-11, rite?” ucap gadis itu riang seraya mencoba bangun dari duduknya yang mulai terasa pegal, dan menggoda Vanilla dengan embel-embel nama Mozzie—Anjing Buldog warna biru-hitam, milik Alan, yang cukup berteman baik dengan vanilla yang jelas terlihat adalah seekor kucing, aneh, eh? Hahaha.
Bola mata Hazelnya terbelalak ketika menyadari jarum panjang di jam merah-mudanya, yang sudah menunjuk angka dua-belas, dan jarum pendek yang terarah tepat di angka sembilan. Hwaa~ Ada kelas! "Vanilla,
my dear, Cassie harus ke kelas sekarang. Sudah terlambat—err, mungkin. Hehehe. Umm. Kau mau berjanji takkan mencakar dan menggigiti sofa ruang rekreasi dan kasurku?" ucapnya manis seraya mengangkat tubuh gembul kucing persia itu—dengan kedua tangan mungilnya. Ukh. Benar-benar berat, eh, sebenarnya berapa berat Vanilla sekarang? "Miaaww~" lucunya—kucing itu menjawab dengan diikuti loncatan keras dari tangannya ke atas kasurnya yang Cassie akui—masih berantakan. Gadis itu mengambil seluruh buku-bukunya, serta beberapa carik perkamen, yang sudah tersedia di samping kasurnya. Meraih dua pena bulu Meraknya. Mengambil tongkat Holly yang cukup-lumayan pendek itu, dan menjatuhkannya di atas sakunya, hingga kini saku jubahnya yang kebesaran itu diisi oleh sebuah tongkat cokelat sepanjang dua-puluh-enam itu. Jemari mungil gadis itu meraih jubahnya yang super besar itu, dan menggantungkannya di atas tangannya yang sengaja ia tekuk agar bisa menggantung jubah itu. CUP. Gadis itu mengecup muka
penyok vanilla dan mengacak-acak bulu-bulu putih vanilla yang sudah rapih pagi tadi—dan harus berantakan lagi. Gadis berawakan Yunani itu tersenyum riang seraya melompat-lompat kecil keluar kamar dan asramanya yang hangat dan tenteram itu.
...
Err—apa tadi amplop merah yang sibuk memarahinya menyebutkan dimana letak kelas Herbologi? Umm.. TIDAK! Oh—GOSH! Cassie tak mau kalau harus keliling lingkungan err—Hogwarts hanya untuk mencari kelas Herbologi—seperti halnya yang ia lakukan saat mencari kelas Terbang yang jelas-jelas dilaksanakan di Lapangan Quidditch.
Gadis itu menggaruk kepalanya yang SEJUJURNYA tidak gatal. Matanya ketip-ketip tak jelas ke seluruh isi aula depan yang nampak sepi. Umm.. Cassie tidak mau tersasar atau bertindak bodoh lagi! Cassie sudah berjanji takkan bertingkah bodoh lagi—pada Alan, eh, memangnya, Cassie benar-benar sudah berkata kalau ia akan berjanji? Cassie lupa! Ia berjalan kesana-kemari tak tentu arah—hanya untuk mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya hadir di kelas Herbologi. Tidak ada. Eh—tidak ada. Ukh. TIDAK ADA. Hwaaa~ orang-orang di sekolah ini tidak ada yang ke aula depan, eh? Kenapa sedari tadi tak ada orang? Cassie berjalan mengikuti seseorang yang-entah-namanya-siapa, yang baru saja keluar dari aula besar, dan membawa beberapa buku berat.
Itu—orang itu mau ke kelas Herbologi juga, eh . Tanpa banyak pikir—Cassie mengikuti laju anak itu dari jauh. Mengendap-endap seperti
maling dan mengambil langkah kecil-kecil agar tidak bisa disadari orang itu. Sesekali kedua tangan anak itu terangkat—menutup mulutnya karena harus menahan kikikan geli yang selalu saja ingin keluar dari kerongkongannya. "Hmph—" kali ini ia benar-benar ingin melepas kikikannya, dan tertawa, tapi—tidak bisa. Bisa-bisa, Cassie dibilang macam-macam oleh orang itu.
Entah mau kemana orang itu, dan entah kenapa Cassie mengikuti orang itu—orang yang berjubah dan tinggi itu membawanya ke bagian belakan err—Hogwarts, dan "WHOOOAAA~ i...itu.. RUMAH KACA,
kan?" bodoh. Ia bahkan dengan mudahnya melepas kedua tangannya—dan berteriak histeris seperti itu. Cassie tak peduli dengan respon orang itu—yang ada kemungkinan terkejut karena mendengar teriakan
norak milik gadis berambut semi-ikal pendek itu. Cassie pernah berharap bisa belajar di sebuah rumah kaca, dan—sekarang lah waktunya! HOREE! Tanpa tunggu waktu lagi—gadis itu berlari mendekati rumah yang hanya kaca itu dan menghiraukan rok hitam selututnya yang berkibar diterpa angin. Wuih~
Cassie main masuk ke dalam kelas itu—dan mengambil tempat yang paling nyaman. "Huff—tidak terlambat! Baguslah!" ucapnya riang seraya menghela nafas penjang dan membuka jubahnya—memasangkannya di bahu mungilnya. Ready—started now!
"Selamat pagi, anak-anak! Selamat datang ke Kelas Herbologi pertama untuk kalian. Perkenalkan, namaku Profesor Pomona Sprout. Kepala Asrama Hufflepuff, dan akan menjadi pengajar Herbologi kalian selama beberapa tahun ke depan,"Cassie mengangguk tajam saat mendengar penjelasan dari Profesor Pomona itu—eh, langsung memanggil dengan nama depan, Cass? Hihihi. Lebih enak memanggil nama depan, rite? Cassie bisa melihat begitu banyak tanaman-tanaman aneh yang ada di sekelilingnya. Wow! Persis seperti yang dikatakan surat merah tadi pagi—itu!
"Ada yang tahu Herbologi itu apa? Tidak? Baiklah. Herbologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tanaman, baik tanaman sihir atau bukan. Hampir semua tanaman sihir memiliki khasiat tersendiri, dan biasanya digunakan sebagai bahan ramuan. Herbologi mempelajari bagaimana cara merawat tanaman-tanaman tersebut, ciri-ciri fisiknya, beracun atau tidak, serta apa kegunaannya,”"Whooaaa~ persis seperti kata Alan," teriaknya tanpa sadar, dan—mengapa nama Alan yang disebut? Memangnya yang bicara di surat merah tadi pagi itu, Alan? Tapi—itu kan surat, bukan Alan. Cassie cengir-cengir sendiri—memamerkan gigi putihnya yang setiap malam dan sehabis makan, rajin disikatinya. Gadis itu kembali mengarahkan pandangannya pada Prof. Pomona, oh~ WAKE IT! Keren. Kapurnya melayang dan menulis sendiri! Cassie ingin tahu bagaimana caranya. Mata Hazel terang gadis itu terbelalak—mulutnya terbuka penuh membentuk huruf O besar dan sebisa mungkin tangan mungilnya ia angkat untuk menutup mulutnya—nanti dimasuki lalat atau serangga kecil yang bisa terbang lainnya, lho! Cassie berhasil menutup mulutnya dengan kedua tangannya—walaupun matanya masih terbelalak tajam menatap tiap gerakan yang dibuat kapur itu. OH. Kapurnya berhenti menulis. Apa tulisannya?
Diskusikan ciri-ciri fisik, manfaat atau karakteristik dari tumbuhan di bawah ini:
Aconyte
Echinaceae
Eucalyptus
Kacang Sopophorus
Jerat Setan
Dittany
Eh? Apa itu semua? Nama tanaman? Obat? Akh—Cassie tak mengerti! Cassie mengerutkan dahinya—menyatukan alis tipisnya yang sejak lahir sudah terpisah. Meletakkan kembali tangannya yang sedari tadi terangkat menutupi mulutnya. Cassie kembali beralih menatap Profesor Pomona, "Umm—" ucapannya terpaksa terhenti karena Profesor bertubuh gemuk dan memakai topi dan pakaian compang-camping itu—mulai melanjutkan ucapannya. Ekh—tunggu! Buat kelompok? Err—Cassie belum kenal banyak anak. Kecuali—Oberon, Aileen, Sheena, dan mungkin beberapa yang ia lupa namanya. Huhuhu. Jadi—bagaimana dengan tugas Cassie? Eh—tunggu! Tadi—katanya, ini semua ada di bukunya, rite? Kalau begitu... Cassie membolak-balik halaman bukunya, mencari subbab mengenai tanaman yang namanya susah itu. "Ketemu! Ini dia!" ucapnya riang seraya berteriak, dan melempar jari telunjuknya ke halaman dengan awal tulisan,
Aconyte, dan
Eucalyptus, dan beberapa yang disebutkan disana. "Ini—ini—dan, Ini. Ada semuanya!" ucapnya riang setelah berhasil menemukan semua subbab yang ia cari.
Tapi—dengan siapa ia harus mengerjakannya? Kan—berkelompok! "Ada yang mau berkelompok dengan Cassie,
please!" ucapnya dengan wajah memelas kepada seluruh anak yang ada di rumah kaca itu. Cassie masih melakukan 'ekspedisi pencarian teman baru'—jadi kalau bisa, Cassie mau dari asrama yang berbeda dengan Cassie. Hihihi.